Archive for September 2014

MASALAH DAN KRITERIA MASALAH DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Senin, 29 September 2014
Posted by Unknown



MASALAH DAN KRITERIA MASALAH DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masalah
Dalam perkembangan dan proses kehidupannya, manusia sangat mungkin menemui berbagai permasalahan, baik oleh individu secara perorangan maupun kelompok. Permasalahan yang dihadapi oleh setiap individu sangat dimungkinkan selain berpengaruh pada dirinya sendiri, juga berpengaruh kepada orang lain atau lingkungan sekitarnya.
Pada hakekatnya, proses pengembangan manusia seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi kediriannya yang matang, dengan kemampuan sosial yang baik, kesusilaan yang tinggi, serta keimanan dan ketakwaan yang dalam. Namun pada kenyataannya, sering dijumpai keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh, tingkat kesosialan dan kesusilaan yang rendah, serta tingkat keimanan dan ketakwaan yang dangkal.
Ketidakmampuan setiap individu untuk mewujudkan perkembangan yang optimal pada ke empat dimensi (individualitas, sosialitas, moralitas, dan relegiusitas) tersebut dikarenakan oleh berbagai permasalahan yang dialami selama proses perkembangannya. Masalah merupakan sesuatu atau persoalan yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Masalah yang menimpa seseorang bila dibiarkan berkembang dan tidak segera dipecahkan dapat mengganggu kehidupan, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Adapun ciri-ciri masalah adalah sebagai berikut:
1.        Masalah yang muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das sollen)  dan kenyataan (das sein).
2.        Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat.
3.        Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.
4.        Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungan.
5.        Masalah timbul akibat dari proses belajar yang keliru.
6.        Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar yang perlu dijawab.
7.        Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.
B. Kriteria Masalah
Pada dasarnya, masalah ditandai oleh adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Namun, tidak semua masalah perlu ditangani melalui pendekatan konseling. Suatu masalah perlu ditangani melalui konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius, cukup mengguncangkan pribadi konseli, masalah tersebut senantiasa mencekam sehingga pikiran dan perasaan konseli tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan berpengaruh terhadap perubahan fisiologik tubuh. Disisi lain, masalah tersebut sudah berada diluar jangkauan konseli untuk mereda, menghalau ataupun untuk menyelesaikannya sendiri. Sementara itu, bila masalah tersebut tidak diatasi maka akan merugikan diri sendiri maupun pihak lain, terjadinya hambatan perkembangan, penyimpangan sikap dan perilaku, salah perilaku dan inadekuat lain.
Selanjutnya, secara sadar konseli butuh bantuan dari orang lain untuk menghadapi, mengatasi, dan memecahkan masalahnya yang berada di luar kemampuannya. Jadi, masalah tersebut perlu digarap dengan cara-cara khusus, cara-cara yang memadai. Dengan kata lain, masalah tersebut diatasi dengan bantuan orang lain yang memiliki kompetensi atau keahlian sesuai dengan karakteristik dan kadar permasalahanya perlu penanganan secara profesional.
Meski masalah tersebut cukup serius dan sifatnya spesifik, menimbulkan ketegangan, kecemasan, ketakutan, frustasi ataupun konflik namun masalah tersebut masih dalam jangkauan profesi bimbingan dan konseling, masih dalam kategori “normal”, belum termasuk “abnormal”. Bila masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar jangkauan konselor, maka perlu di “referal” kepada psikologis klinis. Terlebih-lebih bila diagnosa masalah mengidentifikasi adanya simtoma abnormalitas atau psikosis, maka merupakan kewenangan psikiater untuk menanganinya.
Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara prinsip, antara lain:
1.        Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari konselinya.
2.        Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan, serta masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau menyelesaikan sendiri. Masalah tersebut adalah suatu masalah dimana konseli sudah merasa tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan dirinya sendiri. Maka, disini konseli membutuhkan bantuan dari konselor untuk membantu salam upaya pemecahan masalahnya tersebut.
3.        Bila masalah tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka akan mengakibatkan kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang boleh jadi berdampak memunculkan masalah baru. Jika suatu masalah yang dihadapi oleh konseli tidak segera terpecahkan atau terselesaikan, maka masalah tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang baru dan akan mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu masalah yang dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat terselesaikan dengan baik.
4.        Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan masalahnya secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi yang “balance”, produktif dan sehat. Konseli akan selalu membutuhkan pertolongan bantuan dari seorang konselor dalam upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Setelah memperoleh  bantuan dari konselor, maka diharapkan konseli mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, serta dapat hidup dengan seimbang, produktif, dan sehat.
5.        Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh figur yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan yang dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang yang profesional dan sudah ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Jika dalam menangani suatu masalah itu tidak ditangani oleh orang yang sudah profesional, maka akan menjadi ketakutan, apabila pemecahannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konseli atau tidak sesuai dengan tugas perkembangan dari konseli yang bersangkutan.
6.        Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup kewenangan konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-orang normal. Seorang konselor hanya akan membantu memecahkan masalah dari konseli yang masih dalam keadaan normal, atau tidak sedang mengalami gangguan jiwa (abnormal). Jika konseli sudah berada dalam suatu keadaan yang abnormal, maka hal itu sudah tidak menjadi kewenangan dari seorang konselor. Dengan kata lain, masalah itu bisa dialih tangankan kasus ke orang yang lebih ahli, misalnya seorang psikiater.
C. Jenis-Jenis Masalah
Berikut ini ada beberapa masalah yang dialami oleh para remaja di sekolah menengah, antara lain:
1.        Masalah emosi
Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang kurang tampak irasional. Hal ini dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka, misalnya mudah marah. Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan berbagai permasalahan khususnya dalam kaitannya dengan penyesuaian diri di lingkungannya. Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk membantu subjek didik menuju kearah kedewasaan yang optimal harus mempunyai langkah-langkah konkrit untuk mencegah dan mengatasi masalah emsosional ini. Misalnya dengan memberikan pelayanan khusus bagi siswa melalui program layanan informasi, layanan konseling, layanan bimbingan dan konseling kelompok. Dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok, anak dapat berlatih bagaimana cara menjadi pendengar yang baik, bagaimana cara mengemukakan masalah, bagaimana cara mengendalikan diri baik dalam menanggapi masalah sesama anggota maupun saat mengemukakan masalahnya sendiri.
2.        Masalah penyesuaian diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis baik dengan sesama remaja maupun dengan orang-orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Pada fase ini remaja lebih banyak di luar rumah bersama dengan teman-temannya sebagai kelompok, maka dapatlah dipahami jika pengaruh teman sebaya dalam segala pola perilaku, sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari keluarga. Perilaku remaja sangat bergantung pada pola-pola perilaku kelompok. Yang menjadi masalah apabila mereka salah dalam bergaul. Dalam keadaan demikian, remaja akan cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan berbagai akibat yang akan menimpa dirinya. Untuk itulah, maka sekolah harus ikut membantu tugas-tugas perkembangan remaja tersebut agar mereka tidak mengalami kesalahan dalam penyesuaian dirinya. Melalui penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pembinaan bakat dan minat baik lewat kegiatan ekstrakurikuler maupun kokurikuler di sekolah, hal-hal tersebut diharapkan dapat mencegah dan mengatasi kesalahan pergaulan tersebut. Contoh dari masalah penyesuaian diri ini adalah susah dalam hubungan sosial dan mencari teman.
3.        Masalah perilaku seksual
Tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja sehubungan dengan kematangan seksualitasnya adalah pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis dan belajar memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini, remaja sudah mulai tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti oleh keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian dari lawan jenis. Sebagai akibatnya, remaja memiliki minat yang tinggi terhadap seks. Seharusnya mereka mencari dan atau memperoleh informasi tentang seluk beluk seks dari orang tua, tetapi pada kenyataannya mereka lebih banyak mencari informasi dari sumber-sumber yang kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan, misalnya dari teman sebaya yang sama-sama kurang memahami arti pentingnya seks, dari internet, media elektronik, dan media cetak yang kadang-kadang lebih menjurus ke pornografi. Sebagai akibat dari informasi yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang apabila ditinjau dari segi moral dan kesehatan tidak layak dilakukan, misalnya berciuman ataupun masturbasi. Bagi generasi muda sekarang ini, hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang dianggap normal dan benar. Bahkan hubungan seks di luar nikah dianggap benar apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai dan saling merasa terikat. Untuk menanggulangi dan mengatasi masalah seperti itu, sekolah hendaknya melakukan tindakan-tindakan yang nyata, misalnya pendidikan seks (seks education).
4.        Masalah perilaku sosial
Tanda-tanda masalah perilaku sosial pada remaja dapat dilihat dari adanya diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Dengan perilaku-perilaku sosial seperti ini, maka akan dapat melahirkan geng-geng atau kelompok-kelompok remaja, yang pembentukannya berdasarkan atas kesamaan latar belakang, agama, suku, dan sosial ekonomi. Pembentukan kelompok atau geng pada remaja tersebut dapat memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau geng. Untuk mencegah atau mengatasi masalah-masalah tersebut, sekolah sebenarnya dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok (baik kurikuler maupun kokurikuler) dengan tidak memperhatikan latar belakang suku, agama, ras, an sosial ekonomi. Sekolah harus mampu memperlakukan siswa secara sama, dan tidak membeda-bedakan siswa yang satu dengan siswa lainnya.
5.        Masalah moral
Masalah moral yang terjadi pada remaja ditandai oleh adanya ketidakmampuan remaja dalam membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya antar sekolah, keluarga, ataupun dalam kelompok remaja. Ketidakmampuan membedakan mana yang benar dengan mana yang salah dapat membawa masalah bagi kehidupan remaja pada khususnya dan pada semua orang pada umumnya. Untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang demikian, maka sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan dan meningkatkan budi pekerti. Contoh dari masalah moral ini adalah mencontek saat ujian.
6.        Masalah keluarga
Di dalam sekolah menengah, sering ditemukan berbagai permasalahan remaja yang penyebab utamanya adalah terjadinya kesalahpahaman antara anak dengan orang tua. Seperti yang telah dikemukakan oleh Hurlock (dalam Mugiarso, 2011: 98), sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama masa remaja adalah standar perilaku, motode disiplin, hubungan dengan saudara kandung, sikap yang sangat kritis pada remaja, dan masalah palang pintu (perbedaan pendapat). Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan yang modern itu berbeda. Menurut remaja, orang tua yang mempunyai standar kuno harus mampu mengikuti standar yang modern, sedangkan orang tua bersikeras pada pendiriannya semula. Keadaan inilah yang menjadi sumber perselisihan di antara mereka. Metode-metode disiplin yang diterapkan oleh orang tua yang terlalu kaku dan cenderung otoriter akan dapat menimbulkan permasalahan dan pertentangan di antara remaja dan orang tua. Salah satu ciri remaja adalah dimilikinya sikap kritis terhadap segala sesuatu, namun bagi keluarga tertentu sering tidak menyukai sikap remaja yang terlalu kritis terhadap pola perilaku orang tua dan terhadap pola perilaku keluarga pada umumnya. Sedangkan yang dimaksud dengan masalah keluarga palang pintu adalah peraturan keluarga tentang penetapan jam atau waktu pulang dan mengenai teman-teman dengan siapa remaja itu dapat berhubungan, terutama teman-teman yang lawan jenis. Untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut, maka sekolah harus mampu meningkatkan kerjasama dengan orang tua dari para siswanya.
Prayitno (dalam Mugiarso, 2011: 99) mengelompokkan masalah siswa di sekolah menengah menjadi empat kelompok besar, yaitu:
1.        Masalah yang berhubungan dengan dimensi keindividualan, masalah ini berkaitan dengan pribadi (diri sendiri) dari siswa yang bersangkutan.
2.        Masalah yang berhubungan dengan dimensi kesosialan, masalah berkaitan dengan bagaimana seorang siswa mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
3.        Masalah yang berhubungan dengan dimensi kesusilaan, masalah ini berkaitan dengan moral para peserta didik (siswa) pada sekolah menengah.
4.        Masalah yang berhubungan dengan dimensi keberagamaan, masalah ini berkaitan dengan ras, suku, dan agama dari masing-masing peserta didik (siswa) pada sekolah menengah.
D. Kesimpulan
Pada hakekatnya, setiap manusia senantiasa ingin mewujudkan kebahagiaan dalam hidupnya. Akan tetapi pada kenyataannya, manusia sangat mungkin menemui berbagai permasalahan yang dapat menghambat dan menggangu tercapainya kebahagaiaan tersebut. Demikian juag bagi subjek didik yang berada pada tingkat pendidikan sekolah menengah yang sedang berada dalam fase masa perkembangan remaja juga mengalami berbagai permasalahan hidup, yang apabila dibiarkan akan mengganggu dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang sedang dilaluinya. Terdapat berbagai jenis masalah yang dialami oleh siswa sekolah menengah, diantaranya adalah masalah yang berhubungan dengan dimensi-dimensi kehidupan remaja, yaitu masalah yang bersifat individualitas, sosialitas moraritas, dan keagamaan serta ketakwaan. Dengan demikian, kehadiran layanan bimbingan dan konseling (BK) dalam sekolah, khususnya pada sekolah menengah ini sangat bermanfaat demi tercapainya kehidupan peserta didik yang lebih baik dan agar peserta didik mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Namun, kewenangan seorang konselor untuk membantu konselinya dalam menyelesaikan masalah berada dalam kriteria masalah yang masih normal, bukan kriteria masalah yang sudah abnormal.


DAFTAR PUSTAKA

Mugiarso, Heru. 2011. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Pusat Pengembangan
MKU/MKDK-LP3 UNNES.
Supriyo dkk. 2003. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Perc. Swadaya Manunggal
            Semarang.



A.  Pengertian Bimbingan dan Konseling
Banyak orang yang mengatakan bahwa bimbingan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Pendapat tersebut dapat dikatakan benar jika ditinjau dari segi bahasa secara umum yaitu memberikan bantuan, namun memberikan bantuan bukanlah berarti bimbingan. Seperti salah satu contohnya adalah seorang guru membantu kesulitan anak dalam menjawab salah satu soal yang sedang dikerjakan siswa. Perlakuan guru tersebut dikatakan memberikan bantuan tetapi bukan merupakan bimbingan. Untuk lebih jelasnya dibawah ini beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli:
Menurut Slameto bahwa bimbingan adalah:  “Proses memberikan bantuan kepada siswa agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan akan dunia disekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam perkembangannya dan dapat menolong dirinya sendiri menghadapi serta memecahkan masalah-masalahnya, semuanya demi tercapainya penyesuaian yang sehat dan demi kemajuan dan kesejahteraan mentalnya”
Sedangkan Konseling diartikan:
“Proses interaksi antara konselor dengan klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media : internet, atau telepon) dalam rangka membantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya”.
B. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan siswa dalam keseluruhan, proses dan kegiatan pendidikan. Pemberian Layanan bimbingan dan konseling kepada siswa agar masing-masing siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang mandiri secara optimal. Berikut ini dijekaslan maisng-masing fungsi layanan tersebut:
1. Fungsi Pencegahan
Bimbingan dan konseling dapat berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam hal ini layanan yang diberikan berupa bantuan yang bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Hal tersebut dapat ditempuh melalui program bimbingan yang sistematis sehingga hal-hal yang dapat menghambat seperti; kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah sosial, pemilihan karir dan lain sebagainya dapat dihindari oleh siswa.
2. Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian dalam layanan bimbingan dan konseling berfungsi membantu terciptanya penyesuaian antara siswa dan lingkungannya. Dengan demikian, adanya kesesuaian antara pribadi siswa dan sekolah sebagai penyesuaian lingkungan
3. Fungsi Perbaikan
Meskipun fungsi pencegahan dan penyesuaian telah dilaksanakan, namun siswa yang bersangkutan masih mungkin mengalami masalah-masalah tertentu . Disinilah fungsi perbaikan dari layanan bimbingan dan konseling diperlukan. Bantuan yang diberikan tergantung pada masalah yang dihadapi, baik dalam jenisnya, sifatnya, maupun bentuknya. Pendekaan yang dilakukan dapat berbentuk layanan individual ataupun kelompok
4. Fungsi pengembangan
Bimbingan dan konseling dapat berfungsi pengembangan artinya, layanan yang diberikan dapat membantu para siswa dalam mengemangkan keseluruhan pribadinya secara lebih terarah dan mantap. Dalam fungsi ini hal-hal yang sudah dipandang bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan. Dengan demikian dapat diharapkan siswa dapat berkembang secara optimal.
C. Sasaran Bimbingan dan konseling
Pada dasarnya sasaran layanan bimbingan dan konseling di sekolah ialah pribadi siswa secara perseorangan . Ini tidaklah berarti bahwa pelayanan bimbingan dan konseling bersifat individualistis yang mengutamakan kepentingan individu diatas segala-galanya, akan tetapi bimbingan dan konseling memiliki sasaran mengembangkan apa yang terdapat dalam diri tiap-tiap individu secara optimal agar masing–masing individu dapat sebesar-besarnya berguna bagi dirinya sendiri, lingkungannya, dan masyarakat umum.
Lebih khusus lagi, sasaran pembinaan pribadi siswa melalui layanan bimbingan dan konseling meliputi tahap-tahap pengembangan kemampuan-kemampuan:
1. Pengungkapan, pengenalan dan penerimaan diri
Sering kali kemampuan pengungkapan diri tidak serta merta timbul pada diri seseorang, melainkan memerlukan bantuan orang lain, seseorang harus tahu batas-batas kemampuannya sendiri, bakat dan minat dan lain sebagainya. Hasil pengungkapan diri yang objektif merupakan dasar yang sehat untuk mengenal diri sendiri dan menerima kemampuan yang dimilikinya sendiri pula.
2.   Pengenalan lingkungan
Manusia secara kodrati tidaklah mampu menjalankan hidup dengan sendirian melainkan membutuhkan interaksi dengan orang lain, dalam hal ini adalah lingkungan. Individu yang berada dalam lingkup lingkungan menerima keadaan lingkungan dengan apa adanya, tapi bukan juga harus menerima dan tunduk saja, melainkan mampu bersifat positif terhadap lingkungan itu
3.   Pengambilan Keputusan
Setelah adanya pemahaman diri baik kemampuan yang dimiliki maupun tetang kelemahan yang ada dalam diri individu yang terpenting dalam menentukan keberhasilan layanan bimbingan dan konseling adalah kemampuan individu dalam mengambil keputusan
4.. Perwujudan Diri
Tujuan akhir dari bimbingan adalah perwujudan diri sendiri sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki individu yang dilakukan tanpa adanya paksaan dari pihak laindan sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat.
D. Jenis-jenis bimbingan di Sekolah
Ada 7 (tujuh) jenis layanan yang dapat dilakukan oleh setiap guru pembimbing untuk setiap satuan pendidikan atau sekolah. Jenis layanan yang mana yang akan digunakan oleh guru pembimbing dalam bidang-bidang (pribadi, sosial, belajar dan karir) tergantung kepada :
a. Keperluan atau kebutuhan di sekolah
b. Program layanan yang sudah disusun di sekolah
Setiap jenis layanan yang disebutkan memerlukan waktu 2 jam untuk satu kali kegiatan layanan bimbingan. Jenis layanan tersebut antara lain:
1.   Layanan Orientasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dan pihak lain yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap siswa (terutama orang tua siswa) memahami lingkungan sekolah yang baru dimasukinya.
2.   Layanan Informasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dan pihak lain yang dapat memberikan pengaruh besar kepada siswa (orang tua) menerima dan memahami informasi pendidikan
3.   Layanan penempatan dan penyuluhan yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa memperoleh penempatan dan penyaluran secara tepat, misalnya; penempatan dan penyaluran di dalam kelas; kelompok belajar; jurusan atau program khusus.
4.   Layanan bimbingan dan pembelajaran yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa mengembangkan siswa berkenaan dengan sikap kebiasaan belajar yang baik dan cocok.
5.   Layanan konseling perorangan yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dapat mendapatkan layanan langsung tatap muka dengan pembimbing dalam rangka pembahasan dan pemecahan masalah
6.   Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan informasi
7.   Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk membahas dan pemecahan maslaah melalui dinamika kelompok yang berbeda
E. Bimbingan Karir bagi siswa
Menurut Ruslan Abdul gani bimbingan karir adalah “uatu proses bantuan layanan dan pendekatan terhadap individu (siswa atau remaja) agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya dan dapat mengenal dunia kerja merencanakan masa depannya, dengan bentuk kehidupan yang diharapkan yang menentukan pilihannya dan mengambil suatu keputusan”
Layanan bimbingan karir merupakan layanan yang diberikan pembimbing kepada klien dalam memecahkan masalah karir yang dihadapi klien. Dibawah ini akan diuaraikan beberapa pendapat tentang bimbingan karir yaitu sebagai berikut:
1.   Bimbingan karir merupakan salah satu jenis bimbingan yang berusaha membantu individu dalam memecahkan masalah karir ( pekerjaan ) untuk memperoleh penyesuaian sebaik-baiknya dengan masa depannya.
2.   Bimbingan karir merupakan proses membantu seseorang untuk mengerti dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerja diluar, mempertemukan gambaran tentang diri tersebut dengan dunia kerja itu. Dan pada akhirnya dapat :
a.   Memilih bidang pekerjaan
b.   Menyiapkan diri untuk bidang pekerjaan
c.   Membina karir dalam bidang tersebut
d.   Bimbingan karir adalah program pendidikan yang merupakan layanan terhadap siswa agar siswa:
-     Mengenal dirinya sendiri
-     Mengenal dunia kerja
-     Dapat memutuskan apa yang diharapkan dari pekerjaan dan
-     Dapat memutuskan bagaimana bentuk kehidupan yang diharapkan
disamping pekerjaan untuk mencari nafkah
3.   Bimbingan karir membantu siswa dalam mengambil keputusan mengenai karir atau pekerjaan utama yang mempengaruhi hidupnya dimasa mendatang
Dari keempat pendapat tersebut diatas mengenai bimbingan karir ini terdapat perbedaan-perbedaan dalam penyampaiannya, namun terdapat persamaan-persamaan mengenai :
  1. Bantuan, layanan, dan cara pendekatan
  2. Individu, seseorang, siswa dan remaja
  3. Masalah karir, penyesuaian diri, persiapan pemahaman diri, dan pengenalan dunia kerja, perencanaan masa depan, bentuk kehidupan yang diharapkan, serta pemilihan keputusan yang diambil oleh individu yang bersangkutan.
F.   Pentingnya Pemilihan Karir bagi siswa
Karir bagi siswa bukan hal yang mudah untuk ditentukan dan menjadi pilihan yang sesuai dengan kemampuan yang miliki namun haruslah ditentukan. Untuk membentukan hal demikian harus didasarkan pada keputusan siswa itu sendiri yang didasarkan pada pemahaman tentang kemampuan dan minat serta pengenalan karir yang ada di masyarakat.
Keberhasilan siswa dalam pemilihan karir yang tepat tidaklah semudah seperti apa yang dibayangkan, agar siswa mempunyai pilihan yang tepat terhadap suatu pilihan karir atau pekerjaan, menurut Hoppock yang dikutip oleh Dewa Ketut Sukardi mengemukakan pokok-pokok pikirannya yang terdiri dari sepuluh butir yang kemudian dijadikan tulang punggung dari teorinya. 10 butir tersebut antara lain:
  1. Pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan atau untuk memenuhi kebutuhan
  2. Pekerjaan, jabatan atau karir yang dipilih adalah jabatan yang diyakini bahwa jabatan atau karir itu paling tidak memenuhi kebutuhannya
  3. Pekerjaan, jabatan atau karir tertentu dipilih seseorang apabila untuk pertama kali dia menyadari bahwa jabatan itu dapat membantunya dalam memenuhi kebutuhannya
  4. Kebutuhannya yang timbul, mungkin bisa diterima secara intelektual yang diarahkan untuk tujuan tetentu
  5. Pemilihan jabatan/karir akan menjadi lebih baik apabila seseorang mampu memperkirakan bagaimana sebaiknya jabatan yang akan datang itu akan memenuhi kebutuhannya
  6. Informasi mengenai jabatan/karir akan membantu dalam pemilihan jabatan/karir yang diinginkan
  7. Informasi mengenai jabatan/ karir akan membantu dalam memilih jabatan/ karir karena informasi tersebut membantunya dalam menentukan apakah pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhannya
  8. Kepuasan dalam pekerjaan tergantung pada tercapai tidaknya pemenuhan kebutuhan seseorang
  9. Kepuasan kerja dapat diperoleh dari suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhan sekarang/ masa yang akan dating
10. Pemilihan pekerjaan selalu dapat berubah apabila seseorang yakin bahwa perubahan tersebut lebih baik untuk pemenuhan kebutuhannya.
Dari dasar teori tersebut tidaklah mungkin siswa dapat menentukan karir tanpa bantuan dan bimbingan dari konselor, karena disadari atau tidak untuk dapat memahami kemampuan diri siswa tidaklah mungkin muncul dengan sendirinya, akan tetapi diperlukan bimbingan dan arahan dari konselor.
D. Faktor Yang mempengaruhi Pemilihan Karir
Kesulitan yang dialami siswa dalam memilih dan menentukan karir tidaklah dapat dipungkiri, banyak siswa yang kurang memahami bahwa karir merupakan jalan hidup dalam usaha mengapai kehidupan yang baik dimasa mendatang.
Faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam pemilihan karir antara lain:
1.   Faktor yang ada dalam diri siswa
Diantaranya adalah: tingkat intelegensi, sikap mental,Jenis kelamin, agamam dan minat terhadap suatu karir
2.   Faktor di luar siswa
Diantaranya; tingkat ekonomi keluarga, minat orang tua dan kondisi sosial masyarakat
Dari kedua faktor tersebut diatas merupakan faktor yang mendasar, namun masih banyak lagi faktor yang menyertai kesulitan siswa dalam memilih karir, salah satu faktornya adalah faktor kebutuhan, seperti apa yang disampaikan oleh A.H. Maslow yang dikutip oleh Moh. Surya menyatakan bahwa kebutuhan manusia terdapat lima macam yaitu:
  1. Kebutuhan jasmani yaitu kebutuhan yang erat kaitannya dengan kebutuhan jasmani
  2. Kebutuhan rasa aman yaitu memperoleh rasa aman, bebas dari rasa takut, ketegangan, kelaparan dan kehilangan
  3. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan untuk memiliki dan butuh bantuan dari orang lain misalnya, bergaul, berorganisasi, berkelompok dan saling mengenal
  4. Kebutuhan untuk memperoleh penghargaan yaitu untuk mempertahankan harga dirinya dan kebutuhan untuk dihargai, misalnya memperoleh Penghormatan
  5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri yaitu: untuk menampakkan dirinya sebagai seorang pribadi yang khas (berbeda dari orang lain)
E. Upaya Mengatasi Masalah Pemilihan Karir Siswa
Keberhasilan siswa dalam menentukan dan memilih karir amatlah ditentukan dari kemampuan guru pembimbing memberikan gambaran dan memberikan keyakinan kepada siswa tentang kemampuan dan potensi yang dimiliki serta mampu mengarahkan siswa menuju karir yang sesuai dengan kemampuannya tersebut.
Dalam memberikan keyakinan dan munculnya kepercayaan siswa terhadap guru pembimbing setidaknya guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri
  2. Sikap positif dan wajar
  3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan
  4. Pemahaman siswa secara empatik
  5. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu
  6. Penampilan diri secara asli dihadapan siswa
  7. Kekongkritan dalam menyatakan diri
  8. Penerimaan siswa secara apa adanya
  9. Perlakuan siswa secara premisive.Kepekaan terhadap parasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa menyadari dari perasaan itu
10. Penyesuaian diri terhadap keadaan khusus
Kesadaran bahwa tujuan pengajaran bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa. Jika hal tersebut sudah dilaksanakan oleh guru pembimbing maka tidak akan kesulitan bagi guru pembimbing untuk mengarahkan siswa ketempat yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa tersebut.
F.   Kesimpulan
  1. Layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan sesuai dengan program kerja yang telah direncanakan sebelumnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan pilihannya sendiri dan menanggung segala bentuk resiko yang akan dihadapi kelak.
  2. Guru bimbingan dan konseling diharapkan memberikan arahan dan informasi tentang karir yang akan diambil oleh siswa. Guru bimbingan dan konseling membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya
  3. Pemberian layanan bimbingan dan konseling karir di sekolah yang efektif dan memiliki kontinuitas akan bermanfaat bagi siswa untuk  memperoleh berbagai macam informasi karir, jabatan, pemahaman, diri, pengambilan keputusan sendiri, dan memecahkan masalah itu sendiri.
  4. Kemampuan siswa terhadap pemahaman kemampuan dan potensi diri tersebut merupakan indikasi keberhasilan layanan bimbingan dan konseling karir. Efektif tidaknya layanan bimbingan dan konseling karir yang dilaksanankan di sekolah tergantung pada kemampuan siswa untuk mengambil keputusan tentang karir dan menanggung segala bentuk resiko yang akan dihadapinya kelak
G.  Saran
  1. Disarankan kepada guru bimingan dan konseling dalam membantu siswa menentukan karir dilakukan secara berkesinambungan dan adanya ketuntasan, sehingga siswa yang mendapat bimbingan dapat memahami dengan pasti kemampuan yang dimilikinya
  2. Guru bimbingan dan konseling mengambil langkah preventif kepada siswa yang memiliki masalah dalam pemilihan karir
  3. Menyediakan waktu yang seluas-luasnya kepada siswa baik yang memiliki maslaah ataupun yang tidak memiliki masalah



Bab I
Hakikat Manusia Dan Pengembangannya
Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Sifat Hakikat Manusia diartikan sebagai ciri – ciri karakteristik, yang secara prinsipil (bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan.

Wujud Sifat Hakikat Manusia

Kemampuan menyadari diri

Kemampuan bereksistensi

Pemilikan kata hati

Moral

Kemampuan bertanggung jawab

Rasa kebebasan (kemerdekaan)

Kewajiban dan hak

Kemampuan menghayati kebahagiaan

Dimensi – dimensi Hakikat Manusia
Dimensi Keindividualan
Dimensi Kesosialan
Dimensi Kesusilaan
Pemahaman dan pelaksanaan nilai
Dimensi Keberagaman
Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Pengembangan yang utuh
Dari wujud dimensinya
Dari arah pengembangannya
Pengembangan yang tidak utuh
Manusia Indonesia Seutuhnya
Manusia Indonesia seutuhnya tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah ataupun kepuasaan batiniah, akan tetapi keseimbangan antara keduanya

BAB II
Pengertian dan unsur – unsur pendidikan
A. Pengertian pendidikan
1) Batasan pendidikan
Berdasarkan fungsinya :
a. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
Sebagai kegiatan pewarisan budaya dari generasi ke generasi
b. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
Sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
c. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara
Sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki dasar untuk bekerja.
e. Definisi pendidikan menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 pusat,1990; 105)
2) Tujuan dan proses pendidikan
a. Tujuan memiliki 2 fungsi:
- Memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan.
- Sesuatu yang ingin dicapai segenap kegiatan pendidikan.
b. Proses pendidikan
Kegiatan memobilisasi segenap komponen oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.
3) Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (SPH)
Konsep SPH didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan.
4) Kemandirian dalam belajar
Sebagai aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri.
B. Unsur – unsur pendidikan
1) Peserta didik
2) Pendidik
3) Interaksi edukatif antara peserta didik dan pendidik
4) Materi atau isi pendidikan
5) Konteks yang mempengaruhi pendidikan.
C. Pendidikan sebagai sistem
1) Pengertian sistem
Himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama – sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. (Tatang Amirin 1992;10)
2) Komponen dan saling berhubungan antara komponen dalam sistem pendidikan
- Sistem baru merupakan masukan mentah
- Guru atau tenaga nnon guru
- Corak buadaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar
3) Hubungan sistem pendidikan dengan sistem lain dan perubahan kedudukan
- Supra sistem, masyarakat
- Sistem, sistem ekonomi, pendidikan, politik
- Subsistem, pendidikan nonformal, formal, informal
- Sub – sub sistem, SD, SM, PT
BAB III
LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA PENERAPANNYA
A. Landasan pendidikan
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi di mana pun di dunia ini.
1. Landasan filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat(falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai,dan sophos/sophis berartui hikmah, arif atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Konsep-konsep filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya bersumber dari 2 faktor,yaitu:
(i)Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
(ii)Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran.filsafat berada di antara keduanya: kawasan seluas dengan religi,namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia.(Redja Mudyaharjo,et.al.,1992:126-134)
Penggunaan istilah filsafat dalam 2 pendekatan,yakni:
(1) Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfa’at dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu.
(2) Filsafat sebagai kajian khusus yang formal,yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”,termasuk akal itu sendiri) serta sosial dan politik (filsafat pemerintahan)
a. Pengertian tentang Landasan Filosofis
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentan manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
(a) keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini,seperti yang disimpulkan sebagai zoon politicoon, homo sapiens, animal educandum, dan sebagainya.
(b) Masyarakat dan kebudayaannya.
(c) Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan
(d) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan,utamanya filsafat pendidikan(WayanArdhana.1986:modul 1/9)
Wayan Ardhana dkk mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itubukan hanya mempengaruhi pendidikan tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti:
(a) Idealisme
(b) Realisme
(c) Perenialisme
(d) Esensialisme
(e) Pragmatisme
(f) Eksistensialisme
Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya.
Idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis.
John dewey salah seorang tokoh pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap:
1) Situasi tak tentu, yakni timbulnya situasi ketegangan di dalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik.
2) Diagnosis, Yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan factor penyebabnya.
3) Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah.
4) Pengujian hipotesis, yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta implikasinya masing-masing jika dipraktekkan.
5) Evaluasi yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
Empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan yaitu:
1)Essensialisme
Merupakan mazhab filsafat yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis.Mazhab essensialisme mulai lebih dominan di eropa sejak adanya semacam pertaentangan di antara para pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran-pelajaran teoritik yang memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran praktek.
2)Perenialisme
Perenialisme merupakn mazhab filsafat pendidikan yang yang kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial.
3)Pragmatisme dan progresivisme
Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sebagai berikut:
a) Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
b) Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c) Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d) Harus ada kerjasama sekolah dan rumah.
e) Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi pedagogis dan eksperimentasi.
4)Rekonstruksionisme
Mazhab rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan.
b. Pancasila sebagai landasan filosofis sistem pendidikan nasional(sisdiknas)
Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianggap baik,sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan,denfgan kata lain:pancasila sebagai sumber system nilai dalam pendidikan.
Bagi bidang pendidikan, hal ini sangat penting karena akan terdapat kepastian nilai yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan.Petunjuk pengalaman pancasila tersebut dapat pula disebut sebagai butir nilai pancasila sebagai berikut:
1) Ketuhanan yang maha esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2) Landasan sosiologis
a)Pengertian tentang landasan sosiologis
Sosiologi pendidikan merupaka analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam system pendidikan.Ruanglingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang:
1) Hubungan system pendidikan dengan aspek masyarakat lain
2) Hubungan kemanusiaan di sekolah
3) Pengaruh sosial pada perilaku anggotanya
4) sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya
b)Masyarakat Indonesia sebagai landasan sosiologis sistem pendididkan nasional(sisdiknas)
Masyarakat sebagai kesatuan hidup meiliki ciri utama antara lain:
a) Ada interaksi antara warga-warganya
b) Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat,norma-norma hukum dan aturan-aturan yang khas
c) Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya
3. Landasan Kultural
a) Pengertian tentang landasan kultural
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan

b) Kebudayaan nasional sebagai landasan system pendidikan nasional(sisidiknas)

Yang dimaksud dengan sisdinas adalah pendididkan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia.Puncak-puncak kebudayaan nusantara dan yang diterima secara nasional disebut kebudayaan nasional.
4. Landasan Psikologis
Pemahaman peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannyadalam bidang pendidikan. Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupun perkembangan. pertumbuhan terutama karena pengaruh factor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan. Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri.
5) Landasan ilmiah dan teknologis
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi(iptek)mempunyai kaitan yang sangat erat.Pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembanganiptek.Dari sisi lain,setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi olehpendidika yakni dengan segera memasukkanhasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran.Pendidikan sangat dipengarhi oleh cabang-cabang iptek utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi,sosiologi,antropologi)
a)Pengertian tentang ilmu pengetahuan dan teknologi(IPTEK)
Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistemologis, dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu ataupun ilmu pengetahuan.Ilmu terapan terutama digunakan untuk mengatasi masalah dan memajukan kesejahteraan manusia.hasil dari ilmu terapan itu harus dialihragamkan (ditransformasikan)menjadi bahan,alat,atau prosedur kerja;kegiatan ini biasa disebut pengembangan(development).Tindak lanjut dan hasil kegiatan pengembangan itulah yang disebut teknologi.
b)Perkembangan IPTEK sebagai landasan ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik,yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia.Perkembangan ilmu tersebut meliputiaspek ontologis,epistemologis maupun aksiologis,serta makin lama perkembangan itu makin dipercepat.

B. ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN

1)Asas Tut Wuri Handayani
Pada awalnya merupakan salah satu dari “asas 1922” yakni tujuh buah asas dari perguruan nasional Taman Siswa.
2)Asas belajar sepanjang hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education)
3)Asas kemandirian dalam belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar,sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, di samping peran-peran lain: informator, organisator, dsb.
BAB IV
A. Perkiraan Masyarakat Masa Depan
Pendidikan di Indonesia dilaksanakan berdasarkan latar kemasyarakatan dan kebudayaan Indonesia, landasan sosio-kultural ini merupakan salah satu dasar utama dalam menentukan arah program pendidikan. Selain itu pendidikan juga berfungsi sebagai pilar utama pelestarian dan pengembangan kebudayaan setiap masyarakat sehingga pendidikan dan latar sosio cultural saling berpengaruh. Perkembangan masyarakat serta kebudayaannya semakin mengalami percepatan yang disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Kecenderungan Globalisasi
Dengan kata lain menjadikan dunia sebagai satu keutuhan, satu kesatuan.
Menurut Emil Salim (1990, 8 – 9) terdapat empat bidang kekuatan gelombang globalisasi yang paling kuat dan menonjol daya dobraknya. Beberapa kecenderungan globalisasi dari keempat bidang tersebut adalah :
a. Bidang IPTEK
Bidang IPTEK mengalami perkembangan yang semakin dipercepat, utamanya dengan penggunaan berbagai teknologi canggih, seperti komputer dan satelit.
b. Bidang Ekonomi
Bidang ini mengarah ke ekonomi regional atau ekonomi global tanpa mengenal batas – batas negara.
c. Bidang Lingkungan Hidup
Bidang ini telah menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai pertemuan internasional, yang mencapai puncaknya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi.
d. Bidang Pendidikan
Bidang pendidikan berkaitan dengan identitas bangsa, termasuk budaya nasional dan budaya – budaya nusantara.
Kecenderungan globalisasi juga tampak dalam bidang politik, hukum dan hak – hak asasi manusia, dan paham demokrasi.
Sebagai contoh, pelaksanaan pemilihan umum di suatu negara akan dipantau langsung oleh berbagai negara dengan mengirim para peninjau baik sebelum atau saat pemilu itu berlangsung. Oleh karena itu, banyak gagasan dalam menghadapi globalisasi yang menekankan perlunya berpikir dan berwawasan global namun harus tetap menyesuaikan keputusan dan tindakan dengan keadaan nyata disekitarnya.
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Globalisasi perkembangan IPTEK dapat berdampak positif dan negative tergantung pada kesiapan bangsa dan individu itu sendiri dalam menerima informasi teknologi tersebut. Segi positifnya adalah memudahkan untuk mengikuti perkembangan IPTEK di dunia hingga dapat mengaplikasikannya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Sedangkan segi negativenya adalah akan timbul masalah – masalah baru apabila kondisi bangsa dan sosio budayanya belum mampu menerimanya.
Perkembangan Iptek terkait dengan beberapa landasan, yaitu :
  1. Landasan Ontologis
Objek dari landasan ini merupakan pengalaman atau pengetahuan yang didapat melalui indra karena telah ditemukan alat atau bagian yang dapat membantu indra tersebut.
  1. Landasan Epistemologis
Cara yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan adalah ilmu pengetahuan yang telah mengalami perkembangan seiring dengan waktu.
  1. Landasan Aksiologis
Landasan ini menekankan pada tujuan Iptek itu sendiri yang tertuju pada kesejahteraan masyarakat.
Terdapat serangkaian kegiatan pengembangan dan pemanfaatan iptek, yakni :
(1) Penelitian dasar ( basic research )
(2) Penelitian terapan ( applied research )
(3) Pengembangan teknologi ( technological depelopment )
(4) Penerapan teknologi
Biasanya langkah – langkah tersebut diikuti oleh langkah evaluasi, apakah hasil iptek tersebut dapat diterima masyarakat, umpamanya dari segi etis-politis-relegius dan sebagainya. Karena perkembangan iptek sangat cepat maka penilaian tersebut dimulai sedini mungkin, dimulai drngan pengarahan awal, dilanjutkan dengan pemantauan selama rangkaian kegiatan itu berlansung, dan akhirnya penilaian akhir seperti tersebut diatas. Dan telah dikemukakan bahwa globalisasi perkembangan iptek tersebut merupakan peluang dan tantangan. Terbuka peluang bagi kita untuk mengikuti perkembangan iptek tersebut secara dini. Sebaliknya apabila masyarakat belum siap menerimanya, maka akan berubah menjadi tantangan.
Perkembangan Iptek ini dapat terhambat apabila terjadi kesenjangan antara masyarakat ilmuwan dan masyarakat terdidik nonilmuwan sehingga masyarakat masa depan diupayakan memiliki wawasan yang luas agar dapat berjalan beriringan dengan kedua golongan tersebut.
3. Perkembangan Arus Komunikasi yang Semakin Padat dan Cepat
Salah satu perkembangan IPTEK yang luar biasa adalah yang berkaitan dengan informasi dan komunikasi, computer dan sebagainya. Pemakaian satelit komunikasi dan computer telah membuka peluang surat elektronik, surat kabar elektronik, siaran televisi secara langsung dari satelit ke rumah – rumah.
Pada umumnya bentuk komunikasi langsung dikenal sebagai komunikasi antarpribadi, baik komunikasi antara dua orang ataupun dalam kelompok kecil dengan ciri pokok adanya dialog diantara pihak – pihak yang berkomunikasi. Sedangkan komunikasi yang bercirikan monolog adalah komunikasi public, yang dibedakan atas komunikasi pembicara – pendengar, contohnya pada suatu rapat umum dan komunikasi massa, seperti surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya yang menyangkut penerima yang sangat luas. Proses komunikasi meliputi beberapa unsur dasar, yaitu :
  1. Sumber pesan, seperti harapan, gagasan, perasaan, atau perilaku yang diinginkan oleh penerima pesan.
  2. Penyandian yakni pengubahan atau penerjemahan isi pesan ke dalam bentuk yang serasi dengan alat pengiriman pesan.
  3. Transmisi (pengiriman) pesan.
  4. Saluran
  5. Pembuka sandian yakni penerjemahan kembali apa yang diterima ke dalam isi pesan oleh penerima.
  6. Reaksi internal penerima sesuai pemahaman pesan yang diterimanya.
  7. Gangguan atau hambatan yang dapat terjadi pada semua unsur dasar lainnya.
Perkembangan komunikasi dengan arus informasi yang makin padat dan akan dipercepat di masa depan, mencakup keseluruhan unsur – unsur dalam proses komunikasi tersebut. Contohnya, sejak diluncurkannya Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa pada tahun 1976 dan ditopang oleh penggunaan antenna parabola, pengguna komputer, dan lain – lain, maka arus informasi yang padat dan cepat telah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Telah sering diadakan siaran langsung dari seluruh penjuru dunia tentang berbagai peristiwa penting yang terjadi ataupun wawancara jarak jauh melalui televisi. Hal itu mau tak mau memaksa kita mempunyai konsep baru tentang berita, yakni apa yang telah terjadi tetapi apa yang sedang terjadi.
Meskipun teknologi komunikasi dan informasi telah mengalami perkembangan yang cepat namun belum merata pada semua negara. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk merebut teknologi tersebut. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam upaya – upaya tersebut, yaitu :
1. Pengembangan teknologi satelit yang mutakhir.
2. Penggunaan teknologi digital yang mampu menyalurkan signal yang beragam seperti, suara, video, dan data.
3. Penggunaan VDT (video display terminal) dalam media cetak, surat kabar elektronik, dan sistem cepat jarak jauh.
4. Penggunaan DBS (direct broadcast satellite) dalam media elektronik.
Kesemuanya itu akan mempercepat terwujudnya suatu masyarakat informasi sebagai masyarakat masa depan.
  1. Peningkatan Layanan Profesional
Salah satu ciri penting masyarakat masa depan adalah meningkatnya kebutuhan layanan professional dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Dengan perkembangan IPTEK yang semakin cepat maka anggota masyarakat masa depan akan memiliki wawasan, pengetahuan dan daya kritis yang semakin tinggi. Oleh karena itu, manusia masa depan tersebut semakin menuntut suatu kualitas hidup yang lebih baik termasuk berbagai layanan yang dibutuhkan.
Layanan yang diberikan oleh pemangku profesi tertentu atau layanan professional akan semakin penting untuk kebutuhan masyarakat tersebut. Profesi adalah suatu lapangan pekerjaan dengan persyaratan tertentu, suatu vokasi khusus yang mempunyai ciri – ciri : expertise (keahlian),responsibility (tanggung jawab), corporateness (kesejawatan).
Robert W. Richey (1974) dan D. Westby – Gibson (1965) mengemukakan beberapa ciri profesi, yaitu :
a. Lebih mengutamakan pelayanan kemanusiaan yang ideal dan layanan itu memperoleh pelayanan masyarakat.
b. Terdapat sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
c. Terdapat suatu mekanisme saringan berdasarkan kualifikasi tertentu, hanya yang kompeten yang diperbolehkan melaksanakan layanan profesi itu.
d. Terdapat kode etik suatu profesi mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap, dan cara kerja dari anggotanya.
e. Terdapat organisasi profesi yang melindungi kepentingan dan kesejahteraan anggotanya.
f. Pemangku profesi memangdang profesinya sebagai karier hidup dan menjadi seorang anggota yang relatif permanent dan untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya sendiri.
Diperlukan suatu perjuangan panjang yang terus – menerus dan bertahap melalui semi professional penuh. Howsan, et.al. (1976 : 7 – 9) mengemukakan lima lingkaran konsentris dari titik tengah berturut – turut :
1. profesi tertua yakni hukum, kesehatan, teologi, dan dosen.
2. profesi baru yakni arsitektur, insinyur, (engineering) dan optometri.
3. pekerjaan yang segera diakui sebagai profesi(emergent professions).
4. Semi profesional.
5. pekerjaan biasa yang tidak berusaha memperoleh status profesional.
Mc. Cully (1969, dari T. Raka Joni, 1981 : 5 – 8) mengemukakan enam tahap dalam proses profesionalisme, yaitu :
a. Penetapan dan pemantapan layanan unik yang diberikan oleh suatu profesi sehingga memperoleh pengakuan masyarakat dan pemerintah.
b. Penyepakatan antara kelompok profesi dan lembaga pendidikan prajabatan tentang standar kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh setiap calon profesi tersebut.
c. Akreditasi, yakni pengakuan resmi tentang kelayakan suatu program pendidikan prajabatan yang ditugasi menghasilkan calon tenaga profesi yang bersangkutan.
d. Mekanisme sertifikasi dan pemberian izin praktik.
e. Secar perseorangan ataupun kelompok, pemangku profesi bertanggung jawab penuh terhadap segala aspek pelaksanaan tugasnya yakni kebebasan mengambil keputusan secara professional.
f. Kelompok profesional memiliki kode etik yang berfungsi ganda, yakni :
1. perlindungan terhadap masyarakat agar memperoleh layanan yang bermutu.
2. perlindungan dan pedoman peningkatan kualitas anggota.
Masyarakat masa depan dengan kecenderungan globalisasi, utamanya dalam perkembangan IPTEK dan arus informasi yang makin dipercepat, akan menjadi masyarakat yang menuntut kualitas tenaga profesional yang optimal.
Sehubungan dengan kecenderungan permasalahan manusia yang bersifat holistic dan memerlukan penanganan multidisiplin, maka tuntutan layanan profesional semakin tinggi pula.
B. Upaya Pendidikan dalam Mengantisipasi Masa Depan
Arus informasi yang cepat, perkembangan Iptek, dan globalisasi yang sangat luas merupakan tantangan besar bagi yang mampu menghadapi tantangan tersebut. Pendidikan berkewajiban mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan di masa yang akan datang sehingga melahirkan manusia yang berwawasan luas di bidang teknologi, kemampuan pikir, dan secara keseluruhan disebut berwawasan luas pada bidang kebudayaan.
Pengembangan pendidikan pada masyarakat yang sedang berubah terdiri dari 2 pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan sistematis
Pengembangan pendidikan dilakukan secara teratur melalui perencanaan yang bertahap.
2. Pendekatan sistematik
Pendekatan ini dilakukan dengan proses berpikir yang mengaitkan secara fungsional semua aspek dalam pembaruan belajar.
Keberhasilan antisipasi terhadap masa depan pada akhirnya ditentukan oleh kualitas manusia yang dihasilkan oleh pendidikan.
1. Tuntutan bagi Manusia Masa Depan
Tantangan – tantangan yang akan dihadapi oleh masyarakat akan datang akan menjadi sangat berat sehingga diperlukan wawasan yang luas dan daya adaptasi yang tinggi hingga manusia Indonesia dapat menyesuaikan diri di masa yang akan datang.
Dalam UU RI No. 2/1989 telah ditetapkan rumusan tujuan pendidikan di Indonesia yang juga dianggap sebagai profil manusia di masa depan. Contohnya adalah ditetapkannya wajib belajar 9 tahun yang diharapkan dapat menjadi bekal manusia Indonesia di masa depan yang meliputi pengembangan pribadi manusia dan penguasaan Iptek.
Tuntutan manusia Indonesia di masa yang akan datang setelah diarahkan pada pembekalan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di masa yang akan datang adalah :
a. Ketanggapan terhadap berbagai masalah politik, social budaya, dan lingkungan.
b. Kreativitas dalam memecahkan masalah.
c. Efisiensi dan etos kerja yang tinggi.
2. Upaya Mengantisipasi Masa Depan
Berdasarkan perkiraan tentang masyarakat masa depan serta profil manusia yang di harapkan berhasil di dalam masyarakat itu maka perlu dikaji berbagai upaya masa kini yang memungkinkan mewujudkan manusia masa depan tersebut.
Dalam penjelasan UU RI NO.2 Tahun 1989 dikemukakan sebagai berikut : “ Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan : pertama, pembentukan manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam pertahanan nasional yang tangguh ( UU , 1992 : 24 ) kajian tentang upaya mengantisipasi masa depan melami pendidikan akan di arahkan pada :
a. Aspek yang paling berperan dalam individu untuk memberi arah antisipasi tersebut yakni nilai dan sikap.
b. Pengembangan budaya dan sarana kehidupan.
c. Tentang pendidikan itu sendiri.
Ketiga hal tersebut merupakan titik strategi dalam mengantisipasi masa depan tersebut.
a. Perubahan Nilai dan Sikap
Sebagai kemampuan internal, sikap akan sangat berperan menentukan apabila terbuka, kerungkunan berbagai alternative untuk bertindak. Dalam sikap dapat di bedakan 3 aspek, yaitu :
  1. Aspek kogntif seperti pemahaman tentang objek sikap.
  2. Aspek Afektif yang sangat di oengaruhi oleh nilai dan dapat sangat subjektif.
  3. Aspek fonatif yang mendorong untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tersebut.
Ketiga aspek tersebut pada dasarnya terpadu dalam membentuk sikap seseorang.
Taksonomi tujuan pendidikan dalam tanah afektif tersebut dikemukakan ntara lain oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia ( 1964, dari Bloom, Hastings, dan Madaus, 1971 : 229 ) yang menekankan proses internalisasi yang rendah sampai yang tertinggi sebagai berikut :
  1. Penerimaan ( receiving, attendiung )
  2. Penanggapan ( responding )
  3. Penilaian, peyakinan ( vaiuing )
  4. Pengorganisasian, konseptualisasi ( organization ).
Perubahan nilai dan sikap dalam rangka mengautisipasi masa depan haruslah diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat di wujudkan keseimbangan dan keserasian antara aspek pelestarian dan aspek pembaruan. Nilai 2u luhur yang mendasari kepribadian dankebudayaan Indonesia seyogianya akan tetap di lestarikan, agar terhindar dari krisis identitas.
b. Pengembangan Kebudayaan
Salah satu upaya penting dalam mengantisipasi masa depan adalah upaya yang berkaitan dengan pengembangan kebudayaan dalam arti luas, yaitu termasuk hal – hal yang berkaitan dengan sarana kehidupan manusia. Kebudayaan mencakup unsur – unsur mulai dari sistem religi, kemasyarakatan, pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, sampai dengan sistem teknologi dan peralatan.
Unsur – unsur tersebut paling mudah menerima pengaruh bukan hanya budaya setempat tetapi juga budaya dunia. Maka dari itu dalam menghadapi berbagai pengaruh tersebut setiap individu diharapkan dapat menyelaraskan dengan baik agar dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang selalu berubah tersebut dengan berhasil.
Dalam hal sejarah tercatat bagaimana puncak kebudayaan pada suatu wilayah tertentu akan mempengaruhi kebudayaan lain di dunia lain. Berkaitan dengan hal itu UNESCO telah menetapkan konsep Dasawarsa Kebudayaan Sedunia yang menekankan bahwa pengembangan kebudayaan dunia masa kini harus meliputi 4 dimensi, yakni :
  1. Afirmasi (penegasan dimensi budaya dalam proses pembangunan).
  2. Mereafirmasi dan mengembangkan identitas budaya.
  3. Partisipasi.
  4. Memajukan kerja sama budaya antar bangsa.
Pelestarian nilai – nilai luhur Pancasila sebagai inti ketahanan budaya bangsa tersebut menjadi acuan pokok dalam memilih segala pengaruh yang datang agar tidak terjadi kritis identitas bangsa Indonesia. Peranan pendidikan merupakan faktor penentu dalam membangun dan memperkuat ketahanan budaya tersebut.
c. Pengembangan Sarana Pendidikan
Pengembangan sarana pendidikan sebagai salah satu prasyarat utama untuk menjemput masa depan dengan segala kesempatan dan tantangannya. Menjelang pelaksanaan PJP II, sector pendidikan telah meletakkan kerangka dasar pengembangannya melalui UU RI No. 2 tahun 1989. Dasar perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia di masa yang akan datang juga di atur dalam Undang – undang, 1992 : 27.
Meskipun Menteri Dikbud yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional akan tetapi penyelenggaraannya tersebar di berbagai lembaga pendidikan baik jalur sekolah atau di luar sekolah, serta dikelola berbagai pihak (Dekdikbud, pemerintah non-departemen, dan masyarakat). Kebijakan penting menjelang PJP II tersebut adalah yang berkaitan dengan pendidikan dasar yaitu dari 6 tahun menjadi 9 tahun serta kualifikasi awal guru SD dari SPG dan sederajat menjadi pendidikan tinggi (D2 dan Sarjana).
Wajib belajar 9 tahun merupakan kebijakan awal yang akan bermuara pada peningkatan SDM, yaitu manusia Indonesia yang mampu “think globally but act locally” (Mochtar Buchari, 1990 :17) ke arah peningkatan mutu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, dan terbentuknya masyarakat terdidik yang mampu terus belajar mandiri.
Secara tradisional, permasalahan pendidikan di Indonesia adalah masalah – masalah kuantitas, kualitas, pemerataan, dan relevansi. Namun masalah tersebut dapat diupayakan melalui PJP I dan PJP II. Khusus untuk menyongsong era globalisasi yang makin tidak terbendung, terdapat beberapa hal yanbg secara khusus memerlukan perhatian dalam bidang pendidikan. Santoso S. Hamijaya (1990 : 33) mengemukakan 5 strategi dalam era globalisasi, yakni :
1. pendidikan untuk pengembangan IPTEK
2. pendidikan untuk pengembangan keterampilan manajemen
3. pendidikan untuk pengelolaan kependudukan, lingkungan, dan kesehatan
4. pendidikan untuk pengembangan sistem nilai, termasuk filsafat, agama, dan ideologi
5. pendidikan untuk mempertinggi mutu tenaga kependidikan dan kepelatihan
Khusus untuk pendidikan tinggi, terdapat kecenderungan berkembangnya pola pemecahan masalah secara multidisiplin. Oleh karena itu, diperlukan suatu program pendidikan yang kuat dalam dasar keahlian yang akan memperluas wawasan keilmuan dan membuka peluang kerja sama dengan bidang keahlian lainnya.
BAB V
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PENGERTIAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
LATAR BELAKANG
Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia dini (0-6 tahun) masih sangat rendah. Hal itu disebabkan antara lain karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini itu sendiri. Meskipun selama ini pemerintah dan masyarakat telah menyelenggarakan berbagai program layanan pendidikan bagi anak usia dini. Namun kenyataannya hingga saat ini masih banyak anak usia dini yang belum memperoleh pendidikan, kata Gutama, Direktor Pendidikan Anak Usia Dini Departemen Pendidikan Nasional, pada sosialisi pendidikan anak usia dini bagi tokoh agama se-JABOTABEK di Jakarta.
Gutama menyebutkan, dari sekitar 26 juta anak usia dini, baru sekitar 28 % yang tersentuh layanan pendidikan. Sosialisasi pendidikan anak usia dini juga diakui belum menyentuh secara merata pada lapisan masyarakat terbawah di tingkat kecamatan dan kabupaten atau kota.
Direktor Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Fasli Jalal menyebutkan sejumlah masalah mendasar lainnya berkaitan dengan pendidikan usia dini. Menurut Fasli, hingga saat ini belum ada sistem yang bersifat holistik untuk menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia dini. Masih banyaknya anak usia dini yang tidak tersentuh pendidikan apapun juga disebabkan masih sangat tebatasnyajumlah tenaga pendidik dan kependidikan untuk mereka. Hal itu diperburuk oleh relatif rendahnya kualitas tenaga yang sudah ada. Fasli menambahkan bahawa faktor geografis dan kendala transportasi juga menajdi masalah mendasar. Sebab anak-anak usia dini, yang sehrusnya mendapat layanan pendidikan, berada di wilayah yang sangat terpencar. Bahkan, sebagian berada di daerah yang sulit dijangkau karena kendala trasportasi. “ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan bagi anak usia dini juga masih minim, terutama bagi mereka yang berusia di bawah 4 tahun” ungkap Fasli. Menurut Fasli jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus pendidikan anak usia dini pun masih terbatas. Adapun penelitian di bidang pendidikan usia dini juga masih terbatas. Gutama menjelaskan, pihaknya telah mengembangkan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tersebut diantaranya dengan universitas negeri Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Andalas ( Harian Kompas Rabu, 7 Januari 2004).
Salah satu misi pendidikan sebagimana dituangkan dalam penjelasan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, adalah membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak lahir sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar. Misi ini dijabarkan dalam pasal 28 ayat (1-6), yang membahas lebih detil tentang pendidikan anak dini usia (PADU), pasal 28 (1) UU No 20 tahun 2003 ini menyebutkan penyelenggaraan PADU adalah bagi anak sejak lahir sampai usia 6 tahun dan bukan merupakan persyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar. Berdasarkan ketentuan itu, direktorat PADU dirjen pendidikan luar sekolah pemuda (PLSP) depdiknas memberikan pengertian PADU adalah pendidikan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang diselenggarakan di jalur nonformal dalam bentuk Taman Penitipan Anak, Taman Bermain, dan Satuan PADU sejenis, guna mempersiapkan tumbuh kembang anak secara optimal agar anak siap memasuki jenjang pendidikan dasar. PADU memiliki misi yang sangat penting yaitu mengupayakan pemerataan pelayanan peningkatan mutu dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dini. Selain itu, PADU mengemban MISI meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam memberikan pelayanan pendidikan pada usia dini. Anak usia dini merupakan aset sangat vital bagi negara untuk melangsungkan khidupan sebuah bangsa, karena anak adalah penerus generasi. Pengasuhan dan pendidikan anak saat ini dituntut lebih baik, karena tantangan zaman sekarang jauh lebih berat dibanding tantangan yang dialami orang tua terdahulu. Untuk menjadikan bangsa yang dapat survival dan eksis berkarya dalam percaturan dunia, generasi mudanya harus benar-benar teruji dan tahan banting. Sekarang, anak-anak kita hidup di abad modern dimana di segala bidang diperlukan orang yang tidak hanya memiliki kepintaran tetapi juga kecerdasan. Kecerdasan bukan hanya didapat dibangku sekolah, tetapi lebih pada pengalaman. Dalam program PADU yang holistik hal itu yang diutamakan. Karena kecerdasan bukan hanya IQ, EQ, dan SQtetapi ada 9 kecerdasan lain. Seperti dikemukakan Gardner, 9 kecerdasan itu adalah visual atau spesial; verbal, musik, kinestetis, logis/matematis. Interpersonal, intrapesonal, naturalis, eksistensial/karisma diri. Untuk mendapatkan kecerdasan tentu tidak hanya dengan belajar tetapi juga dari bermain. Dalam bermain, anak memperoleh banyak pengalaman yang sangat berguna. Seperti disampaikan Drs. H. Anta Sukma kasubdin, PLSP provinsi Kal-Sel, pada pembukaan diklat menggambar untuk guru TK di Banjarmasin pada 6-8 Juni 2005.ia mengatakan, kecerdasan anak akan tergali melalui kegiatan bermain dan belajar yang menghasilkan pengalaman. Terlebih pada kegiatan menggambar. Dalam menggambar segala imajinasi anak dapat terapresiasi. Bila segala potensi yang dimiliki anak dapat dikembankan sesuai konsep tumbuh kembang anak maka anak akan kaya pengalaman, dan pengalaman adalah guru yang paling baik. Anak yang kaya pengalaman, kelak dewasa akan jadi orang yang berkepribadian tangguh dan andal, mampu menghadapi segala tantang zaman. Manusia sejak dalam rahim ibunya, oleh Tuhan dibekali struktur otak yang lengkap baik neuron sel glia dan synap yang sama banyaknya tidak dikurangi atau dilebihkan. Selain itu diberi kemampuan untuk belajar, kreatif dan produktif yang tidak tebatas. Setiap anak berpeluang sama untuk menjadi jenius, sepanjang pemberian stimulus pada otak dilakukan sejak dini. Bila stimulus diberikan dengan benar, maka terjadi percepatan yang besar dalam proses melekatnya neuron melalui sel glia untuk membentuk synap. Kecepatan sambungan antar synap ini yang menyebabkan anak menjadi jenius. Disamping itu anak usia dini merupakan masa kriti, terutama dari segi gizi, kesehatan dan spikologi. Oleh karena itu, kebutuhan tumbuh kembang anak mencakup kebutuhan gizi seimbang, kesehatan, pendidikan dan spikososial. Kebutuhan itu merupakan satu kesatuan yang utuh untuk dikembangkan pada masa usia balita tersebut. Dapat disimpulkan betapa pentingnya program PADU untuk ditumbuhkembangkan dalam pembinaan anak.
PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan usia dini memang cukup mengemuka dewasa ini, setelah berbagai penelitian di bidang kesehatan dan psikologi berkesimpulan bahwa sejak masa kehamilan hingga prasekolah merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan kecerdasan serta karakter anak. Apa yang diterima atau yang terjadi pada anak usia dini akan mendasar sekaligus melandasi kehidupan anak pada usia dewasa. Berbagai pakar terkemuka mengatakan masa yang paling penting dalam hidup, yaitu sejak mulai lahir sampai usia 6 tahun karena masa ini kecerdasan anak dibentuk. Jadi para ahli menamakannya sebagai “Periode Emas” atau masa penentuan untuk pertumbuhan anak. Peningkatan kesadaran akan pentingnya anak usia dini lebih berkembang di kalangan masyarakat perkotaan.
Rasulullah SAW bersabda “ Utlubul ilma minal mahdi ilal lakhdi” yang artinya “Tuntutlah ilmu dari buayan sampai ke liang lahat”. Hadis tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang belum bisa apa-apa, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu. Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan anak usai dini. Sejak dini anak harus diberikan berbagi ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia dini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang bahkan akan membekas selamanya. Artinya pendidikan pada usia dinia akan sangat membekas hingga anak dewasa. pendidikan pada usia dini ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak anak usia 0-6 tahun sebanyak 73% atau sekitar 20,4 juta anak belum mendaptkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun nonformal. Khusus anak usia prasekolah akses layanan pendidikan anak usia dini amsih rendah (sekitar 20.0%) artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usai dini. Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi. Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk, dipenghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86,3% di pedesaan dan 73,2% di perkotaan) anak usia pra sekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun nonformal. Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar terutama untukanak usia dini. Masyarakat seara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang pra sekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan yang memperoleh pendidikan yang bermutu. Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menajdi guru bagi anak-anka usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi ; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena dialah orang yang terdekat anak. Ibulah yang mampu meneapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak meiliki waktu bersama anak. Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang soleh, karena baginya hal terebut menajdi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna. Peluang ibu menjadi guru bagi anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak ibu-ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila ibu yang menjadi guru makan biaya pendidkan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena ibu yang menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang diseuaikan dengan kondisi anak dan ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guruku kami dengan metode homeschooling group. Mengapa Pendidikan Anak Usia Dini dilakukan di rumah? Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik untuk anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Di sinilah peran ibu menjadi sangat peting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidikan anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur. Anak juga dapat mengenal ciptaaan Tuhan melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca do’a-do’a, dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintah Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah 7 tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya. Metode homeschooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat Karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orangtua. Ketelibatan orangtua/ibu dalam homeschooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok homeschooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari homeschooling
(murah, ibu dekat dengan anak dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun persaudaraan di kalangan ibu di samping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat. Kurikulum homeschooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). Kehiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup. Peran ibu sebagai pendidikan pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidikan anak-anak nya semata. Hal ini disebabkan anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus. Sehingga ibu tidak cukup mendidik anak sendiri tetapi juga perlu mendidik anak-anak lainnyaibunya yang ada di lingkungannya. Kesamaan visi dan misi dalam mendidika anak di kalanan orang tua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. Seharusnya orang tua menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orang tua perlu meningkatkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai. Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orang tua (ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi tim pengajar (guru). Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan di antara orang tua sehingga memudahkan memberikan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersbut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran di rumah bersama ibunya masing-masing.
TAHAP PERTAMA YANG MENENTUKAN
Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan anak dini usia merupakan langkah strategis dalam menyiapkan generasi muda yang dimulai sejak dini usia sebagai generasi penerus yang akan menentukan masa depan bangsa. Usia dibawah lima tahun (balita) adalah usia yang paling kritis/paling menentukan dalam pembentukan karakter dan juga kepribadian seseorang. Termasuk juga pengembangan intelegensi hampir seluruhnya terjadi pada usia di bawah lima tahun. Kalau seseorang sudah terlanjur menjadi pencuri atau penjahat, maka pendidikan universitas bagi orang tersebut boleh dikatakan tidak berarti apa-apa. Sebagaimana halnya sebatang pohon bambu, setelah tua susah dibengkokkan. Anak-anak pada usia di bawah lima tahun memiliki intelegensi laten (potential intelegence) yang luar biasa. Namun pada umumnya para orang tua dan guru hanya bisa mengajarkan sedikit hal pada anak-anak sesunguhnya anak-anak usia muda tidak complicated (ruwet) dalam belajar, tetapi orang tua atau guru yang bermasalah. Pada umumnya kita selalu menyalahkan anak-anak apabila tingkah laku mereka tidak seperti yang kita inginkan. Hal ini lebih banyak disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman kita terhadap perkembangan jiwa anak, sehingga kita sering memperlakukannya dengan tidak /kurang tepat. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa dan kemampuanuntuk menyerap informasi sangat tinggi. Kebanyakan orang tidak mengenali dan memahami kemampuan “Magic” yang ada pada anak-anak. Mereka hanya bias berkata “saya tahu anak-anak belajar lebih cepat”, tetapi mereka tidak tahu seberapa cepat anak-anak bias belajar. Karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan orang tua dan guru-guru maka potensi luar biasa yang ada pada setiap anak sebagian besar tersia-siakan.
Umumnya orang siap mengorbankan waktu bertahun-tahun dan uang berjuta-juta rupiah untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi ; untuk apa?–untuk mendapatkan sedikit tambahan intelegensi, karena sedikitnya kemampuan sel-sel otak yang tersisa. Sebaliknya orang kurang memperhatikan pendidikan anak-anak pada usia muda. Anak-anak usia belia memiliki bermilyar-milyar sel-sel saraf otak yang sedang berkembang dan memiliki kemampuan yang dahsyat serta daya memori yang kuat maka pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan (pengembangan intelegensi/kecerdasan, karakter, kreativitas, moral, dan kasih sayang universal) sangatlah perlu diberikan pada anak-anak sejak usia muda,oleh karena itu pendidikan Pre-School dan taman kanak-kanak tidak boleh dianggap sepele dan diabaikan. Bahkan pendidikan bayi sejak usia 0 tahun (baru lahir) atau bahkan sejak bayi masih dalam kandungan sudah saatnya dikembangkan. Guru-guru dan fasilitas yang terbaik semestinya diprioritaskan pada lembaga pendidikan kanak-kanak. Dedikasi yang tulus dari guru-guru dan dukungan sepenuhnya dari orang tua anak akan menjamin keberhasilan pendidikan anak-anak. Kerjasama yang baik antara guru dan orang tua anak sangat diperlukan.
Hasil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak-usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ketiga ini.
KONSEP PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI
Perkembangan pada anak dimulai dengan adanya diferensiasi baru pada anak baik jasmani maupun rohani. Konsep pengembangan anak usia dini adalah adalah :
a. Tahap perkembangan pre-natal (2,5 bulan s.d 9 bulan pre-natal)
Organ tubuh mengalami individuasi dan diferensiasi. Perkembangan ini lebih bersifat pematangan fungsi saraf serta refleks untuk menggerakkan tubuh insan bayi.
b. Tahap perkembangan vital (sejak lahir s.d 2 tahun)
Anak lahir dengan menangis dan ketidakberdayaan lainnya. Perkembangan selanjutnya anak dapat menggerakkan beberapa angota badannya dan inderanya mulai berfungsi.
c. Tahap perkembangan ingatan (2 s.d 3 tahun)
Disebabkan fungsi pengamatan yang sudah mau menerima kesan-kesan sehingga ia mampu menampung hasil pengamatannya. Contoh : anak mengingat peristiwa ketika ibu menyodorkan sendok makan kepadanya dan lain-lain.
d. Tahap perkembangan kekuan dan imajinasi (3 s.d 4 tahun)
Anak mulai menyadari merupakan kepetingan-kepentingan dan harus mendapat pengakuan dan penghargaan orang lain. Ia ingin diperhatikan. Anak suka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan keinginan orang lain. Imajinasi anak mulai berkembang sehingga ia sering berkhayal.
e. Tahap perkembangan pengamatan (4-6 tahun)
Pengenalan anak kepada alam semakin meluas dan terarah. Anak mulai suka mempelajari seluk beluk alam, melihat gerak-gerik dan gambar-gambar.
f. Tahap perkembangan intelektual (6/7 tahun s.d 12/13 tahun)
Dimulai ketika anak sudah memiliki perkembangan fungsi pikiran biasanya disertai dengan perkembangan bahasa. Ini meliputi :
a. Masa siap sekolah. Seperti dikemukakan di atas.
b. Masa anak bersekolah (7-12 tahun)
Kritis, ingin tahu, pada mur 1 tahun suka minta bantuan orang dewasa dalam menyelesaikan tugasnya, setelah berumur 11 tahun mulai bersikap mandiri, mendambakan nilai yang tinggi tanpa memikirkan tingkat prestasi belajar, suka berkelompok dengan teman-temannya.
c. Masa pueral (11/12 tahun)
Harga diri kuat, berkuasa, dan suka bersaing.
PENDEKATAN HOLISTIK
Pengasuhan dan pengembangan anak dini usia sangat tergantung pada konsep pendekatan yang digunakan. Pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan holistik (menyeluruh). Dengan pendekatan holistik diharapkan mampu mengembangkan potensi anak dari berbagai aspek, baik aspek fisik, mental maupun intelektual danmoral sosial. Dalam strategi, penerapannuya bisa dilakukan secara terintegrasi, parsial dan sektoral. Selain itu, implementasi PADU perlu memperhatikan faktor lingkungan yang kondusif untuk pengasuhan dan pengembangan anak baik di lingkungan mikro (TPA, playgroup danlain-lain). Maupun lingkungan makro (tempat tinggal). PADU dengan pendekatan holistik di dalamnya menyangkut hak anak untuk bermain dan melakukan kegiatan yang merangsang seluruh aspek perkembangan potensi anak. Aspek itu mencakup pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi yang seimbang, stimulasi intelektual dan memberikan kesempatan luas kepada anak untuk mengeksplorasi dunianya melalui belajar sambil bermain. Dengan belajar dan bermain anak secara aktif memacu pengembangan sosial dan emosionalnya, pengasuhan dan bimbingan untuk memahami potensi diri anak. PADU dengan visi terwujudnya anak dini usia yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia, berpotensi dapat meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Kendala terbesar yang dihadapi dalam menjalankan program PADU selama ini adalah kurangnya perhatian pemerintah khususnnya Pemda di untuk merespon positif PADU. Hal ini terungkap pada sosialisasi PADU wilayah Timur pada beberapa waktu lalu di Mataram NTB. Dan itu tidak hanya terjadi di satu dua provinsi, tetapi hampir di seluruh tanah air kita. Padahal, jika Pemda menangani dengan serius bukan tidak mungkin problem anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang yang meliputi kemampuan verbal, intelektual dan spikomotorik sebanyak 10-30% dari jumlah keseluruhan anak dapat diatasi. Kurangnya perhatian selama ini, tidak semuanya kesalahan pemerintah. Rendahnya pengetahuan orang tua dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya PADU ditambah kurangnya keterampilan dan pemahaman pendidik terhadap konsep PADU serta rendahnya mutu pendidik juga menjadi masalah. Seandainya peemrintah antusias dalam menangani masalah ini, tentu akan dapat mengatasi masalah tingginya angka tinggal kelas di SD yakni 13% dari seluruh anak SD. Direktur PADU Ditjen PLSP Depdiknas, Gutama mengimbau pengambil kebijakan di daerah melalui ketua TP PKK di daerah agar memberikan perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dini usia. Sebenarnya, penguasa daerah adalah pilar utama dalam pengembangan PADU di daerahnya yang diprakarsai oleh TP PKK dengan kegiatan posyandu, bina keluarga balita. Kader PKK merupakan ujung tombak dalam mengembangkan programPADU. Namun, selamaini pengeambil kebijakan di daerah baik kepal daerah, dinas terkait maupun legilatif tidak begitu peduli terhadap masalah anak usia dini. Seharusnya dalam setiap kegiatan PADU, Ditjen PLSP dan instansi terkait tidak hanya mengikutkan isteri kepala daerah tetapi juga gubernur, bupati, walikota dan anggota dewan di daerah. Selanjutnya mereka dapat memberi perhatian kepada program PADU melalui penyediaan anggaran khusus untuk kelancaran pengembangan PADU di daerahnya. Selama ini, mutu pendidikan di negara kita sangat jauh tertinggal dibanding negara tetangga seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia bahkan Vietnam. Menurut penelitian Internasional Education Achievement (IEA) pada 1999, kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada ada urutan ke-38 dari 39 negara yang diteliti.
Menurut data tahun 2001, dari 26,1 juta anak yang ada di Indonesia baru 7,1 juta atau sekitar 25% anak yang telah mendapatkan pendidikan terdiri atas 9,6% terlayani di Bina Keluarga di bawah 5 tahun, 6,5% di Taman Kanak- Kanak, 1,4 Raudatul Atfhal, 0,13% di Kelompok Bermain, 0,5% di Tempat Penitipan Anak lainnya, 9,9% terlayani di Sekolah Dasar. Ini menunjukkan, pentingnya pendidikan usia dini belum mendaptkan perhatian dengan baik. Kemampuan ekonomi menajdi salah satu faktor penyebab dari terhambatnya pendidikan anak usia dini, sedikitnya pendekatan dan naiknya harga kebutuhan pokok mengharuskan kaum ibu ikut bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini yang menyebabkan perhatian akan pendidikan anak usia dini terbengkalai. Pendidikan usia dini juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pendidikan Anak Usai Dini (RPP PAUD) yang mengatur pendidikan usia dini, ternyata belum terlaksana dengan baik. Contoh, terbatasnya jumlah lembaga pendidikan atau program layanan pendidikan anak usia dini. Lembaga yang sudah adapun hanya berstatus lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal, sehingga tidak semua lapisan masyarakat dapat merasakan pendidikan usai dini. Kendala lain, lembaga pendidikan itu tidak meiliki program yang terstruktur, dalam arti tidak adanya keterpaduan antara pendidikan, layanan gizi, perawatan atau pengasuhan, serta kesehatan. Di negara lain pendidikan anak usia dini mendapatkan perhatian dari pemerintah. Seperti halnya di Singapura dan Korea Selatan, hampir seluruh anak-anak usia dini telah mendapatkan pendidikan. Human Development Index (HDI) atau tingkat pengembangan sumber daya manusia kedua negara itu jauh di atas Indonesia. Singapura peringkat ke-25 Korea Selatan ke-27 sedangkan Indonesia hanya berada diperingkat 110 dari 173 negara. Masalah itu agar mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat dan instansi lainnya. Lembaga pendidikan usia dini agar mendapat prioritas dari pemerintah tidak hanya dari pengadaan sarana tapi juga kurikulum dan program yang terstruktur. Faktor ekonomi adalah salah satu yang menjadi penyebab terhambatnya pendidikan. Pendidikan yang murah merupakan salah satu cara agar pendidikan usia dini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Saat penunjang lain yang tak langsung ikut berpengaruh terhadap pendidikan usia dini juga agar menjadi perhatian. Sarana kesehatan seperti posyandu, berpengaruh terhadap peningkatan gizi anak, gizi mempengaruhi tingkat kecerdasan anak atau IQ. Jika anak mendapatkan gizi yang buruk maka beresiko kehilangan IQ 20-13 poin, kini jumlah anak yang kekurangan gizi mencapai 1,3 juta, berarti potensi kehilangan IQ anak di negara ini 22 juta poin. Organisasi yang terkait dalam pemberdayaan yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat seperti organisasi pemberdayaan perempuan, keluarga atau anak perlu mengadakan program yang menunjang bagi pemecahan masalah itu. Organisasi itu agar dapat memberikan pendidikan dan informasi kepada para orang tua dan masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini. Komponen lain yang paling berpengaruh, keluarga dan masyarakat berperan penting dalam pertumbuhan karakter dan kepribadian anak. Karena itu, keluarga dan masyarakat harus dapat memberikan contoh baik, karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya. Orang tua pun harus mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi, melalui media masa ataupun media elektronik. Terutama informasi dan ilmu pengetahuan terkini, sehingga orang tua bisa menjadi pusat informasi (tempat bertanya yang baik bagi anak). Pendidikan anak usai dini dapat berjalan secara baik jika semua pihak dapat saling bekerjasama.

Welcome to My Blog

Blogger templates

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Social Icons

- Copyright © PSIKOLOGI PENDIDIKAN BIMBINGAN -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -