Posted by : Unknown Minggu, 12 Oktober 2014




Dulu, tetua berkisah, apabila seorang pemimpin marah, kami sebagai rakyat akan lebih merasa bersalah sehingga mengangkat kepalapun kami tidak berani. Ketika pemimpin menampar pipi kanan kami, kami dengan ikhlas akan memberikan pipi sebelahnya lagi untuk ikut ditampar. Sebab bagi kami pemimpin kami adalah panutan kami dalam sikap, prilaku dan tindakan.
Ia melanjutkan, pemimpin adalah orang dianugerahi posisi karena kearifan, kecerdasan dan istiqamah kata dan tindakan. Pemimpin adalah orang istimewa yang lebih mengistimewakan rakyat daripada diri dan keluarganya, lebih mendahulukan kemakmuran rakyatnya dari pada anak cucu atau kepentingan orang-orang dekatnya.
Kesetiaan pemimpin terhadap rakyat, menjadi siribagi rakyat. Bagi kami sebagai rakyat, Nama baik pemimpin adalah siri’, kehormatan dan keselamatan pemimpin adalah siri’ yang akan kami jaga dan pertahankan dengan darah sekalipun. Sebab kehormatan kami rakyat kecil juga menjadi siribagi raja. Masiri’i raja kalau menzalimi apalagi mengambil hak milik rakyatnya. Kami masiri’i menentang raja, karena masiri’i raja menghina apalagi memperbudak kami rakyat kecil.
Cerita tetua keluarga kami itu ingin mengisyaratkan sebuah kondisi sosial di mana seorang pemimpin benar-benar merupakan panutan yang dihormati. Kondisi kontras menjadi pemandangan hampir setiap saat melalui media audio-visual, cetak ataupun menjadi objek curhatan sampai ke pojok-pojok warung kopi pada arajang, arruangan atau kepemimpinan (baca, kekuasaan) dewasa ini.
Akademisi sampai tukang becak, pebisnis besar sampai pedagang kaki lima mendemo pemerintah, anggota dewan sekaligus para penegak hukum. Tidak hanya itu, ibu rumah tangga sampai anak SDpun ikut melakukan  hal sama.


Sekarang ini, jika seorang pemimpin marah, rakyat akan balik memakinya. Jika pemimpin menampar seseorang, rakyat justru akan mengadukannya ke polisi atau ke pengadilan. Pergeseran nilai apakah yang sudah terjadi? Sudah kurangajar atau sudah semakin cerdaskah rakyat? Atau selain pintar, rakyat juga sudah semakin kritis menilai?
Dalam ilmu komunikasi, tindakan apapun yang dilakukan merupakan jawaban terhadap bentuk interaksi yang terjadi. Komunikan akan bertindak lain ketika komunikasi tidak jelas, distorsif ataupun kontradiktif dilakukan seorang komunikator. Jika pemerintah direaksi terbalik oleh rakyat pastilah telah  terjadi komunikasi tidak sehat dilakukan pemerintah.
Pemerintah menganjurkan rakyat untuk hidup sederhana, akan tetapi mereka malah memenuhi diri dengan pasilitas mewah. Anggota DPR katanya adalah wakil rakyat tapi buktinya lebih mewakili kepentingan partai. Penegak hukum tidak lebih baik; hanya berani unjuk gigi di depan rakyat kecil. Semua ini adalah accumulatif of the error yang telah dipertontonkan oleh pemerintah, DPR dan penegak hukum di negara ini.
Pemimpin telah kehilangan moralitas, kehilangan wibawa dan tidak perlu menunggu lebih lama akan segera kehilangan legalitas. Tunggulah, ketika saat tiba,  giliran rakyat yang akan menampar kalian!!

Penulis : Maenunis Amin 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Blogger templates

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Social Icons

- Copyright © PSIKOLOGI PENDIDIKAN BIMBINGAN -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -