Posted by : Unknown
Minggu, 12 Oktober 2014
Andai saja Ahmad Dhani hidup di zaman demokrasi terpimpin, pasti sudah
ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara. Walaupun meniru-niru Bung
Karno menggunakan kopiah, tapi pakaian yang dikenakan meniru model
tentara Nazi, dianggap haram hukumnya. Ditambah potongan rambut model
punk dan mengidolakan the Beatles. Group Koes Plus sudah merasakan tak
nyaman hidup dalam hotel prodeo. Alasan kebebasan berekspresi dan
kehendak individual, dimata Bung Karno cerminan ajaran liberal yang
najis. Terlebih-lebih dengan gaya hidup berfoya-foya. Perhelatan
pernikahan di hotel mewah. Memamerkan mobil lamborgini. Atau mengenakan
jam rolex saat berpidato. Bagi Bung Karno, itu semua tidak mencerminkan
karakter bangsa merdeka.
Ajaran Bung Karno tidak sekedar dituliskannya dalam risalah dan
buku-buku. Tidak sekedar menjadi bahan pidato di atas mimbar. Tidak
sekedar menjadi konsepsi. Tapi dijalankan dengan konsisten. Diterapkan
dalam semua prikehidupan. Ajaran yang meneguhkan adanya karakter bangsa
yang merdeka, bebas dari cengkraman penjajahan. Satu bentuk revolusi
Indonesia untuk membangun nasionalisme yang sehebat-hebatnya. Bagi Bung
Karno, pembangunan karakter bangsa harus melingkupi seluruh bidang.
Tidak sekedar urusan agama dan ahlak. Oleh karena itu gangguan dan
godaan yang merusak karakter bangsa dicap sebagai kontra revolusi.
Pedoman dan tuntutan pembentukan karakter manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang cinta tanah air, dapat kita lihat beberapa diantaranya:
Pedoman dan tuntutan pembentukan karakter manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang cinta tanah air, dapat kita lihat beberapa diantaranya:
- Dilarang menyemir rambut dan meniru model potongan rambut dari artis asing. Pada masa itu, pemerintah melarang beredarnya potongan rambut model the Beatles yang sedang menjamur di kalangan masyarakat.
- Dilarang mengkonsumsi produk import dan dianjurkan memakai produk local. Sebagai contoh, masyarakat tidak diperkenankan mengkonsumsi burger.
- Melarang beredarnya lagu-lagu yang bersifat mellow/cengeng, serta lagu-lagu dari luar negeri.
- Menganjurkan masyarakat untuk mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan yang bersifat nasionalisme.
- Dilarang meniru gaya pakaian dari Negara lain.
- Melarang peredaran celana jeans dan menganjurkan masyarakat untuk memakai pakaian tradisional.
- Menganjurkan penggunaan Bahasa Indonesia.
- Pelestarian kesenian tradisional.
Bagi Bung Karno perilaku seperti itu bukan saja bias liberal tetapi
cerminan bangsa kuli, bangsa terjajah. Mengagungkan produksi negara lain
dan sinis dengan produksi bangsa sendiri. Bila dikontekskan dengan
situasi sekarang, kira-kira pengandaiannya seperti ini. Orang lebih
bangga menggunakan produk import (sepatu, jam tangan, baju bermerk,
perhiasan, automobil, tas, dll) ketimbang produksi anak bangsa sendiri.
Orang suka memamerkan plesiran ke luar negri (di depan menara eifel, big
ben, atau jembatan san fransisco) ketimbang danau toba atau bunaken.
Dianggap hebat jika bisa menyantap KFC ketimbang warung tegal. Berobat
ke Singapura dianggap sebagai prestise. Pendek kata, lebih bangga
diposisikan sebagai bangsa kuli. Memakan, menggunakan produksi negara
lain. Uang habis dibelanjakan untuk hal-hal yang konsumtif dan yang
mendapat keuntungannya adalah bangsa lain.
Sementara bangsa lain menanamkan nasionalisme di pikiran rakyatnya.
Bangsa Jepang yang terkenal dengan produksi outomobil terbesar di dunia,
lebih senang menggunakan sepeda dan angkutan umum. Lebih memilih pisau
buatan Okinawa meskipun mahal ketimbang pisau buatan Swiss atau Jerman.
Bangsa China bekerja hampir 18 jam sehari untuk memproduksi barang. Tapi
pelit untuk membelanjakan uangnya membeli produk import. Walaupun
makanan siap saji seperti Pizaa Hut atau McDonald ada di sana. Produksi
kosmetik dan gaun beraneka gaya tak laku di Iran. Dimana para wanitanya
hanya cukup menggunakan pakaian bercadar warna hitam. Inilah
bentuk-bentuk “perlawanan” bangsa lain yang tidak ingin menjadi bangsa
kuli. Dijajah dengan produksi import dari negara lain.
Bagi pemerintahan China, perbuatan korupsi bukan semata perbuatan
melanggar hukum. Tapi prilaku korup akan merusak karakter bangsa yang
giat bekerja dan berkarya. Jika ingin makmur dan hidup kaya, giatlah
bekerja. Hemat mengkonsumsi dan rajin memproduksi. Korupsi menjadikan
mental masyarakat rusak. Rencana pemerintah untuk mempercepat laju
ekonomi dengan giat berproduksi dihambat oleh penyakit korup ini. Dalam
kacamata Bung Karno, bisa dianggap kontra revolusi. Oleh karena itu
bibit ini tidak boleh tersebar dan harus dihancurkan.
Alasan-alasan individual tidak bisa dibenarkan atas nama kebebasan. Bung
Karno menyebutnya sebagai racun liberal. Seperti pendapat, “suka-suka
gua, duit gua ini”. Bahkan negara-negara yang dianggap liberal sekalipun
menjauhi pikiran semacam itu. Ada ilustrasi: seorang teman terkena
denda 10 euro oleh polisi Jerman karena menyisakan 1/3 makanan yang dia
pesan di suatu restoran. Teman itu beralasan, “terserah saya, mau
menghabiskan atau tidak. Dibeli menggunakan uang saya sendiri”. Tapi
polisi Jerman mengatakan, “anda berhak menggunakan uang anda. Tapi
makanan yang tidak anda habiskan berasal dari sumberdaya alam negri ini.
sumberdaya alam itu bukan milik anda, tapi milik semua rakyat Jerman.
Tak patut anda membuang percuma sumberdaya alam milik semua rakyat”.
Rupanya Indonesia lebih liberal pemikirannya ketimbang bangsa yang
dianggap liberal.
Revulosi mental harus dijalankan berkait dengan tantangan pemberlakukan
Masyarakat Ekonomi Asean yang akan dimulai tahun 2015. Dimuai dengan
mendorong menjadi bangsa yang gemar berproduksi dan mengerem konsumsi.
Amerika yang pernah mengalami krisis di tahun 2007, mengakibatkan
rakyatnya harus menghemat belanja dan pengeluaran yang tidak perlu.
Dalam waktu singkat, krisis bisa diatasi. Di Indonesia, saat BBM naik,
orang hanya kaget selama tiga bulan. Setelahnya permintaan akan
automotif malah meningkat. Jumlah penduduk Indonesia 251 juta jiwa tapi
peredaran gadget sudah mencapai 280 juta. Berganti-ganti hape adalah
prilaku konsumtif bangsa Indonesia yang sangat digemari oleh produsen
seperti Korea dan China.
Menurut saya, pemerintah harus menghentikan iklan di media terutama
televisi yang menawarkan barang-barang mewah. Karena akan mendorong
orang untuk hidup pamer penuh kemewahan. Sinetron-sinetron yang
mengajarkan kehidupan mewahpun harus dihentikan. Sebaliknya memberi
fasilitas dan kemudahan untuk memasarkan dan promosi barang lokal buatan
bangsa sendiri. Prilaku-prilaku hedonis para pesohor harus dihukum
karena tidak memberi pendidikan yang baik bagi bangsa ini. Secara
ekonomis (sebagaimana China) jika bangsa ini gemar dan giat berproduksi
dan pelit mengkonsumsi, maka akan ada peningkatan devisa negara.
Kesejahteraan rakyat akan cepat terwujud. Secara filosofis, seperti kata
Bung Karno akan menjadikan bangsa ini bangsa yang merdeka, mandiri dan
percaya diri bukan bangsa terjajah dan bangsa kuli.
sumber: http://sosbud.kompasiana.com