Kemendikbud memperketat pencairan
tunjangan profesi guru (TPG). Berbekal piranti lunak (software) Dapodik
(data pokok pendidik) terbaru, potensi kecurangan atau manipulasi untuk
mendapatkan TPG bisa dicegah.
Anggaran TPG di APBN 2015 Rp 80 triliun tidak boleh menguap dan harus dicairkan tepat sasaran.
Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen
Pendidikan Dasar Kemendikbud Sumarna Surapranata kemarin menjelaskan
sistem kerja piranti Dapodik versi terbatu itu. Dalam data statistik
yang disajikan, termuat keterangan jumlah guru di sekolah tertentu
kelebihan.Rekaman data ini penting untuk mencegek apakah jumlah guru yang berhak mendapatkan TPG di satu sekolah benar-benar valid.
“Jangan sampai aslinya di sekolah A yang
berhak mendapatkan TPG hanya 10 orang, tetapi dilaporkan 15 orang,”
katanya. Jika pencairan TPG sampai bocor, menimbulkan potensi kerugian
negara atau memperkaya orang lain.
Contoh analisis yang disajikan adalah jumlah guru SMP mapel
matematika di kota Surabaya. Misalnya rekaman Dapodik menunjukkan
kebutuhan guru mapel matematika di SMPN 43 Surabaya 5 orang, tetapi di
sekolah ini tersedia 6 orang guru matematika.
Artinya terjadi kelebihan 1 guru
matematika. Angka kebutuhan guru ini didapat dari perhitungan rombongan
belajar dan beban belajar di setiap mapel.
“Pada kasus tadi, berarti ada 1 orang guru PNS mapel matematika di
SMPN 43 Surabaya tidak dapat TPG. Meskipun dia mendapat sertifikat
profesi,” tutur Pranata.
Jika ingin mendapatkan TPG, seorang guru tadi harus bersedia ditempatkan di sekolah lain yang kekurangan guru.
Kasus kelebihan guru SMP mapel matematika juga terjadi di Jakarta.
Yakni di SMPN 8 Jakarta (kelebihan 2 guru), serta di SMPN 280 Jakarta
dan SMPN 1 Jakarta (masing-masing kelebihan 1 guru).
Menariknya ketiga SMP yang kelebihan guru
ini ada di satu wilayah yaitu Kecamatan Menteng. Data ini membuktikan
tudingan bahwa terjadi kelebihan guru di sekolah-sekolah perkotaan.
Prana membenarkan harus ada penataan atau redistribusi ulang
guru-guru di wilayah perkotaan. “Data yang saya sajikan tadi masin di
jenjang SMP saja. Bisa jadi di SMA atau di SD juga terjadi kelebihan
guru,” katanya.
Pranata menegaskan bahwa guru-guru yang
menumpuk di perkotaan, harus bersedia ditempatkan ke daerah atau wilayah
yang kekurangan guru.
Jika tidak bersedia mengikuti program penataan ulang itu, guru tadi
tidak akan mendapatkan uang TPG. Meskipun yang bersakutan telah PNS atau
memegang sertifikat profesi guru.
Masalah di lapangan, banyak guru yang
merelakan tidak mendapatkan uang TPG asalkan tetap mengajar di wilayah
perkotaan. “Misalnya guru-guru yang juga istri pejabat. Mana mau
dipindah ke daerah lain,” jelas Pranata.
Dia mengatakan Kemendikbud sedang menyiapkan aturan lebih tegas
tentang program redistribusi guru. Aturan selama ini yang berupa surat
keputusan bersama (SKB) 5 Menteri dinilai tidak efektif. Aturan itu akan
diganti dengan Peraturan Pemerintah (PP) atau bahkan Undang-Undang
(UU).
Sumber:http://www.jpnn.com